Ada Kasih Dalam Hadirat-Nya

Ketika kita bangun di pagi hari, apakah yang ada di benak kita: pekerjaan yang bertumpuk, beban-beban sepanjang hari, urusan-urusan yang masih terbengkalai? Pernahkah terpikir oleh kita untuk memulai hari baru dengan merenungkan kasih Yesus yang telah berkorban untuk kita? Mari kita belajar dari orang Israel. Saat orang Israel bersungut-sungut, Allah menurunkan manna di perkemahan orang Israel, dan tidak ada satu orangpun yang kekurangan.

Allah tetap melakukan apa yang manusia tidak dapat lakukan dan Dia adalah Allah yang berkuasa dalam situasi apapun, Dia adalah Allah yang tidak terbatas, Allah yang penuh kelembutan kasih sayang, Dia tidak pernah dan tidak akan pernah mengalami kegagalan, jadi tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menggantungkan segala sesuatu pengharapan kita kepada Allah yang berkuasa, setia dan sangat baik.

Dari firman Allah, kita mengenal Yesus sebagai roti hidup, pada hari ini Ia ingin memberikan damai, kasih karunia, penghiburan dan sukacita kepada kita.  Tetapi bagaimana dengan respon kita? Seringkali kita lebih memikirkan kepentingan-kepentingan kita sendiri, melibatkan Tuhan hanya untuk membuat program-program kita berhasil atau dengan kata lain Tuhan bukan yang terutama dalam hidup kita.  Kekhawatiran juga menyebabkan kita tidak dapat memuliakan Tuhan.

Orang lsrael yang kuatir tidak akan mendapat manna keesokan harinya, mengambil jatah yang melebihi kebutuhannya untuk sehari, dan hasilnya roti itu juga tidak dapat dimakan. Saat kita tenggelam dalam kekuatiran, kita cenderung meragukan pimpinan Tuhan, dan karenanya kita mengambil langkah apa yam menurut pikiran kita benar dan masuk akal. Akibatnya, kita mudah sekali kehilangan sukacita, damai, penghiburan dan kasih-Nya yang sebenarnya sungguh berlimpah dan diberikan cuma-cuma bagi kita. Sesungguhnya kasih karunia Tuhan baru setiap pagi (Ratapan 3:22-23), dan pemeliharaan-Nya selalu tersedia bagi kita, anak-anak-Nya. Namun, kita akan mengamgap Tuhan jahat dan tidak sayang pada kita bila hati kita hanya terisi oleh kesibukan-kesbukan duniawi serta tidak bersandar penuh kepada-Nya. Kita menjadi mudah marah kepada-Nya saat kita malah terjebak dalam kesulitan atau bahkan apa yang ingin kita raih tidak tercapai.

Ketika Yesus datang ke dunia ini, Dia dengan rendah hati menjadikan dirinya sebagai seorang yang melayani dan menyelesaikan misi yang diberinan Allah Bapa-menggantikan kita yang seharusnya dihukum di kayu salib, supaya kita dapat diperdamaikan dengan Allah dan kembali menikmati hubungan pribadi dengan-Nya. Saat kita mengikuti jejak teladan Yesus, kita akan menjadi lebih peka dengan kebutuhan sesama dan dapat belajar megasihi orang lain sebagaimana Yesus mengasihi mereka. Aku pribadi mengalami sukacita dalam proses belajar menyampingkan keangkuhan, belajar memberi dan mengasihi orang lain.

Mari kita membiasakan melatih diri dan menyediakan waktu untuk berada dalam hadirat Tuhan, dan dia akan menolong kita.

Apapun masalah yang ada, keadaan sehari-hari, kesehatan, masa depan, bahkan ketika kesulitan serasa menekan, belajarlah dari Elia di mana “dia selalu berada dalam hadirat Tuhan untuk dilatih dan hidup dalam ketaatan kepada Tuhan” dan sama seperti janda Sarfat dia memiliki keyakinan dan berpengalaman karena ketaatannya kepada Tuhan melalui abdi Allah. Dalam situasi-siatuasi seperti itulah iman kita perlu aktifkan dengan segera dan bereaksi.

Kiranya kita dapat selalu menikmati hadirat Tuhan dalam setiap pergumulan yang kita hadapi. Seperti manna yang rasanya manis, kasih Yesus pada kita juga sangatlah manis. Semakin kita bertekun di dalam-Nya, hidup kita semakin lama semakin akan terasa manis. lkutlah Yesus dan berpeganglah pada firman Tuhan agar jangan sampai hidup kita menjadi tawar, dan berarti kita telah menyia-nyiakan kematian Yesus di kayu salib.

Masa depan yang Tuhan sediakan bagi kita jauh melampaui masa depan di dunia yang sekarang kita tempati. Dia merancang kita untuk hidup dalam kekekalan, dan apa yang ada di dalam hati kita jauh lebih penting bagi-Nya daripada yang kita tampilkan di luar. inilah perspektif yang perlu terus kita ingat saat menguji hati kita sendiri; perspektif yang akan menolong kita memiliki motivasi-motivasi yang benar dalam mempersiapkan masa depan.

Setiap kali kita tergoda dengan janji-janji kosong yang diberikan dunia ini, ingatlah apa yang dikatakan Paulus dalam Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Amin!  (LS)

You may also like...