Servanthood (Pengabdian Diri)

Tema Oktober : Filosofi GKPB MDC

Judul : Servanthood (Pengabdian Diri)

Pembicara : Pdt. Stefanus R. Budiman

FILIPI 2:1-8 (TB2)

Nasihat supaya bersatu dan merendahkan diri seperti Kristus
1Jadi, karena dalam Kristus ada nasihat,ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 3tanpa mencari kepentingan sendiri atau pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. 4Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 5Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, 8Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Paulus menawarkan suatu prinsip dalam hidup berjemaat untuk tidak mementingkan diri sendiri tetapi saling melakukan servanthood dengan menaruh pikiran dan perasaan Yesus sebagai model dan sikap dalam berjemaat (Filipi 2:3-5). Dengan prinsip ini diharapkan kita bisa membangun satu jemaat yang sehat bagaimana kita berinteraksi satu dengan yang lain. 

Meaning Servanthood – Prinsip servanthood yang dimaksudkan Paulus adalah:

  1. Tidak memikirkan diri sendiri (A Selfless Mind) 

Seperti Kristus rela mengosongkan diri dan mengidentifikasi diri-Nya sama dengan manusia (Filipi 2:6). 

Dalam Kristologi ada istilah Kenosis yang berarti upaya mengosongkan diri dari status-Nya dengan sukarela menerima sepenuhnya kehendak dan rencana Bapa. 

  1. Pikiran seorang hamba (A Servant Mind) 

Seperti Kristus mau melayani mengambil rupa seorang hamba dan menderita (Filipi 2:7) 

Bagi Paulus servanthood merupakan bentuk identifikasi dan partisipasi melayani dari atas ke bawah dan ini sekaligus sebagai kritik pada mental kepemimpinan Helenisme pada jaman itu. Servanthood menyentuh dan hadir dengan pendosa, amoral, tidak nyaman dan menderita. (Yesaya 52-53, Servant Song)

  1. PIkiran yang rendah hati dan taat (A Humble and Obedient Mind)

Totalize sold out. “Kristus merendahkan diri dan taat sampai mati di salib” (Filipi 2:8) 

Para moralis Yunani memandang inferior sikap rendah hati, yang pada umumnya ditujukan bagi kelompok berstatus rendah. Penyaliban merendahkan martabat, ditujukan bagi penjahat non-Romawi atau budak. Sedangkan Paulus membalik drastis bentuk sikap rendah hati dan ketaatan Yesus di salib sebagai kebajikan. Bagi Paulus apabila seseorang ingin hidup bajik dan mulia maka cara yang tepat adalah melihat bagaimana cara Yesus hidup dan melayani. How low can you go vs how high can you figh (Nouwen).

Relevansi Servanthood bagi GKPB MDC saat ini:

Kecenderungan manusia adalah suka untuk dilayani, ingin diutamakan, menjadi terutama dan mencari kenyamanan. Tetapi Orang Kristen yang telah diselamatkan adalah milik Allah dan menjadi hamba Allah yang dipanggil untuk melayani (Gal. 5:13-14, 1Kor. 6:19-20, 1Kor. 7:22, 1Pet. 4:10). Salah satu tempat pelayanan adalah di Gereja yaitu sebagai body of ministry, dimana melayani sebagai anugerah (privilege) , melayani untuk mengembangkan karunia, talenta dan dengan setia bertanggung jawab mengolah anugerah. 

  1. Pembaruan budi. 

Servanthood sebagai problem mentalitas harus diawali dengan pembaruan budi. 

Orang Kristen adalah milik Allah, dipanggil untuk melayani, dan mengolah anugerah. Dan anugerah yang kita alami akan berdampak optimal seperti yang diinginkan Allah hanya kalau kita mengalami pembaruan budi. DK & HB adalah pintu sarana pembaruan budi. 

  1. Belajar peduli dan melayani. 

Belajar untuk mengimplementasikan sikap peduli terhadap sesama dan jangan menuntut untuk dipedulikan. Keterbukaan adalah kunci untuk mengatasi egoisme. Mulailah terbuka pada sesama, rekan, teman, dalam hidup sehari-hari. Mengembangkan keterampilan berempati, menempatkan diri, melihat dan merasakan dari perspektif orang lain. 

  1. Mulailah dengan melalukan hal sederhana. 

Belajar keluar dari diri sendiri dan tertuju pada sesama. Mulai membangun kebiasaan baik dalam mengikis egoisme dan belajar menolong. Belajar memperhatikan adakah yang dapat diperbaiki dalam keluarga, pekerjaan atau Gereja. One small step you take today will impact your future

  1. Membangun habit / kebiasaan yang positif. 

Servanthood sebagai habit/kebiasaan. 

Destiny seseorang dimulai dari pikiran (Ralph W Emerson)

(Thoughts – Actions – Habits – Character – Destiny)

 Aplikasi:

Adalah penting menerapkan prinsip Servanthood ini dalam hidup sehari-hari agar Allah dapat mewujudkan rencana-Nya melalui hidup kita. Mari kita cek diri kita masing-masing, sudahkah saya melakukannya dalam kehidupan keseharian saya? Sharingkan!  

[HP]

You may also like...